
POHUWATO – Metode Corruption Risk Assessment (CRA) atau Asesmen Risiko Korupsi kini menjadi senjata baru dalam upaya pencegahan korupsi, terutama di tingkat desa. Kajari Pohuwato, Dr. Arjuna Meghanada Wiritanaya, SH, MH, memanfaatkan pendekatan ini saat memberikan penyuluhan hukum kepada puluhan kepala desa dan aparatur desa dari tiga kecamatan di Aula Kecamatan Randangan, Kamis (31/7/2025).
Dalam penyuluhan yang dihadiri perangkat desa dari Kecamatan Patilanggio, Randangan, dan Taluditi tersebut, Kajari menekankan pentingnya deteksi dini terhadap potensi korupsi melalui CRA. Metode ini menitikberatkan pada pemetaan titik rawan, analisis tren hukum, hingga pola pemberitaan media, sebagai bentuk deteksi risiko dan pencegahan sejak awal.
“Saat ini kita tak lagi bicara soal menunggu pelanggaran terjadi, tapi bagaimana mencegah sebelum kerugian timbul,” ujar Arjuna.
Kasus Viral Jadi Bahan Pelajaran
Kajari secara gamblang mengaitkan CRA dengan berbagai kasus aktual yang sempat viral, termasuk dugaan penyimpangan proyek pagar laut di Desa Kohot. Ia menegaskan, tindakan korupsi bukan hanya soal kerugian negara secara materi, tetapi juga bisa muncul dalam bentuk kebijakan yang sarat konflik kepentingan, seperti penerbitan surat keterangan, izin, hingga pungutan liar berkedok iuran kegiatan.
“Jika kepala desa membuat keputusan tanpa prosedur, apalagi melibatkan kepentingan pribadi, maka itu bisa terindikasi suap atau gratifikasi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Arjuna mengangkat contoh kasus mencengangkan dari Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, di mana 20 kepala desa terseret Operasi Tangkap Tangan (OTT) karena menyetorkan dana Rp 7 juta per desa dalam program yang akhirnya bermasalah secara hukum.
“Ini jadi pelajaran penting. Jangan sampai pola-pola seperti ini terjadi di Pohuwato,” tegas eks Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Bengkalis memperingatkan.
Edukasi Bukan Sekadar Formalitas
Kejaksaan Negeri Pohuwato saat ini menerapkan pendekatan ganda: penegakan hukum dan edukasi preventif. CRA menjadi bagian dari strategi sistematis untuk memberi pemahaman kepada aparatur desa agar lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan dan wewenang.
“Pencegahan korupsi bukan cuma soal hukum, tapi juga soal etika dan kesadaran moral,” ucap Kajari.
Ia menegaskan bahwa penyuluhan ini bukan sekadar formalitas, tetapi bagian dari komitmen kejaksaan untuk mendorong desa yang bersih, transparan, dan akuntabel.
Mengakhiri penyuluhannya, Kajari Pohuwato memberi pesan yang lugas dan tegas. “Jika semua didasari dengan itikad baik dalam membangun, maka semua akan baik hasilnya. Ketidaktahuan terhadap hukum tidak bisa menjadi alasan pemaaf maupun pembenar,” tegasnya.
Pernyataan ini menjadi semacam alarm bagi para pemangku kebijakan di desa. Kajari menegaskan bahwa jika peringatan ini diabaikan, maka penindakan hukum akan dilakukan tanpa toleransi.
Pesan moral yang kuat juga disampaikan: pencegahan korupsi bukan hanya urusan aparat, tapi tanggung jawab bersama untuk membangun budaya antisipatif dan integritas dalam kepemimpinan desa.(rls)